Selasa, 28 Desember 2010

Pendidikan karakter antara impian dan kenyataan

Pendidikan Karakter Antara Impian dan Kenyataan

A.      Jendela
Peserta didik termasuk remaja adalah masa depan kita, suatu kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi kita apabila memiliki generasi yang cerdas. Dengan generasi yang cerdas itu berarti telah ‘memberikan’ masa depan yang cerah bagi mereka.  Namun yang diamaksud cerdas di sini bukanlah hanya berorientasi kepada kecerdasan intelektual saja, akan tetapi juga menyangkut kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, sehingga terbentuk insan kamil. Insan kamil adalah manusia yang memiliki kepribadian sempurna, yakni menyangkut kesempurnaan pola fikir, ketrampilan dan sikap yang terefleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas kita sekarang adalah bagaimana menerapkan kecerdasan emosional dan spiritual yang bermuara pada pendidikan nilai atau pendidikan karakter. 
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame, lingkungan maupun kebangsaan sehingga  menjadi manusia insan kamil. (Dirjen Dikdasmen, ;2)
Namun mungkin kita kecewa ketika menyaksikan adegan anggota DPR RI berdebat hingga mengeluarkan kata-kata kotor, bahkan adu jotos. Dapat kita saksikan juga para pejabat negara dan  politisi yang mestinya menjadi teladan bagi masyarakat justru semakin semangat melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Para elite politik tidak lagi mengedepankan etika politik, tapi lebih  cenderung menghalalkan segala cara guna mewujudkan dan mengembangkan karier politiknya. Intrik, fitnah, rekayasa jahat, dan pembunuhan karakter dilakukan  terhadap lawan-lawan politinya. Disisi lain ditemukan puluhan bayi yang terbunuh akibat aborsi, banyak kasus peslingkuhan, pembunuhan sadis dan sebagainya. Belum lagi anak-anak remaja kita, pelajar dan mahasiswa sering terlibat dalam tawuran, aksi-aksi kekerasan, pornografi, seks bebas, narkoba, dan kenakalan remaja  lainnya. Padahal pemuda adalah masa depan bangsa. Pemuda yang baik hari ini  akan menjadi teladan di masa datang. Kebangkitan bangsa 20 tahun ke depan dapat diprediksi dengan melihat peran pemuda kini.
Kasus-kasus di atas menunjukkan belum atau tidak berfungsinya pendidikan akhlak, pendidikan nilai (pendidikan karakter) pada bangsa ini. Pendidikan masih berorientasi pada aspek kognisi dan psikomotor saja yakni lebih menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun ujian, dan lebih memprihatinkan lagi banyak tenaga pendidik atau unsur masyarakat yang memiliki persepsi bahwa peserta didik memiliki kompetensi jika memiliki nilai hasil ulangan dan ujian yang tinggi. Dan lebih tragis lagi pendidikan belum banyak menyentuh aspek afektif (sikap).
Dengan berlatar belakang kasus-kasus di atas seharusnyalah pendidikan karakter segera dilaksanakan di semua lembaga pendidikan formal dan non formal.
B.       Sekilas tentang pendidikan karakter
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame, lingkungan maupun kebangsaan sehingga  menjadi manusia insan kamil. (Dirjen Dikdasmen,; 2)
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan (Dirjen Dikdasmen, ; 4)
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh sekolah mulai dari Taman kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah meliputi para peserta didik. Guru/dosen, karyawan administrasi dan pimpinan sekolah atau perguruan tinggi (Dirjen Dikdasmen, ; 5)
Dasar hukum pendidikan karakter Dasar hukum dalam pembinaan pendidikan karakter antara lain: Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan, Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional 2010-2014, Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014, Renstra Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010 – 2014. (Dirjen Dikdasmen, ; 6)
Nilai-nilai karakter mencakup : nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan, nilai karakter yang berhubungan diri sendiri, nilai karakter yang berhubungan dengan sesama manusia, nilai karakter yang berhubungan dengan lingkungan dan nilai pendidikan karakter yang berhubungan dengan kebangsaan. (Dirjen Dikdasmen, ; 11-13)
Tahapan pengembangan karakter antara lain melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling  atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral). (Dirjen Dikdasmen, ; 14 ). 
C.      Bagaimana Pelaksanaan pendidikan karakter
1.    Terpadu dengan pembelajaran
Pelaksanaan pendidikan yang paling efektif adalah melalui proses pembelajaran. Pembelajaran berasal dari kata “belajar” sehingga oreintasi belajar berpusat pada peserta didik. Belajar berarti proses perubahan tingkah laku, yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Pelaksanaan pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Di antara prinsip-prinsip yang dapat diadopsi dalam membuat perencanaan pembelajaran (merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian dalam silabus, RPP, dan bahan ajar), melaksanakan proses pembelajaran, dan evaluasi. Strategi pembelejaran yang efektif yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan karakter antara lain melalui PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan) dan Pembelajaran Kontekstual (CTL).
2.    Terpadu dengan manajemen sekolah
Manajemen sekolah adalah bagian dari sistem sebuah institusi pendidikan, dan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di lembaga tersebut. Manajemen sekolah yang berlaku saat ini adalah Manajjemen berbasis Sekolah (MBS), dan kurikulum yang berlaku adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sehingga sekolah sangat leluasa menginovasikan manajemennya yang disesuaikan dengan karakter budaya setempat.
Kegiatan manajemen sekolah ini meliputi penyusunan KTSP, pengelolaan: siswa, regulasi/peraturan sekolah, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, keuangan, perpustakaan, pembelajaran, penilaian, dan informasi, serta pengelolaan lainnya. Dengan manajemen sekolah yang professional, terbuka dan akuntabel akan mempermudah pelaksanan pendidikan karakter di sekolah tersebut.
3.    Melalui kegiaatan pengembangan diri.
Pengembangan diri merupakan kegiatan pedidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegaiatan belajar dan pengembangan karir serta kegiatan ekstra kurikuler.
Kegiatan pengembangan diri terdiri dari dua bagian yakni, kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram pertama adalah layanan konseling yang menyangkut pengembangan kehidupan pribadi, sosial, kemampuan belajar dan bimbingan karier. Kegiatan terprogram yang kedua adalah ekstra kurikuler misalnya, olah raga prestasi ( bola voly, basket, pencak silat, basket, sepak bola, bulu tangkis dan sebagainya), seni budaya  (seni lukis, tari, teater), keagamaan (baca tulis al-Qur’an, muhadhoroh, seni islam, kaligrafi, cerdas cermat agama), KIR, Kepramukaan, Speech English, PMR, Apresiasi seni, Paskibraka dan sebagainya.
Kegiatan pengembangan diri tak terprogram yang terdiri dari ; kegitan rutin (upacara bendera, PHBI, Peringatan Hari Besar, siraman rohani, shalat jamaah, shalat jum’at), kegiatan sepontan (takziah, jenguk teman sakit dan sebagainya), kegiatan keteladanan (jabat tangan sesame, kedisiplinan, berpakain rapi, tutur kata lembut dan sebagainya).
4.    Pendidikan karakter melalui pendidikan keluarga
Keluarga adalah bentuk terkecil dari masyarakat. Dengan demikian cara suatu masyarakat tergambar pula dalam keluarga. Di dalam keluarga ada aturan, norma yang tidak tertulis namun ditaati melalui pembinaan, contoh teladan, pengamalan, kasing sayang, pujian larangan dan hukuman.
Menurut penulis belum cukup kalau pendidikan karakter hanya dilaksanakan melalui pendidikan di sekolah, karena peserta didik lebih banyak hidup dan berinteraksi dengan keluarga, maka peran keluarga terhadap pendidikan karakter juga sangat kuat. Diantara bentuk pendidikan karakter dalam keluarga antara lain :
a.       Melalui makan bersama
b.      Kerja bakti bersama keluarga
c.       Shalat jamaah dengan keluarga
d.      Melalui keteladanan orang tua
e.       Rekreasi bersama keluarga
f.       Dan sebagainya
5.    Pendidikan karakter melalui masyarakat
Kehidupan ketiga yang dialami seseorang termasuk peserta didik kita adalah di masyarakat. Pengaruh kondisi masyarakat terhadap peserta didik juga sangat kuat, hal ini bisa dilakukan oleh teman sebaya, teman bermain, tokoh masyarakat, tokoh agama dan sebagainya. Oleh karena itu keberhasilan pendidikan karakter harus dilakukan di masyarakat, antara lain melalui :
a.         Kepdulian dan keteladanan  tokoh-tokoh agama dan masyarakat
b.         Melalui ormas
c.         Lembaga keagamaan di masyarakat
d.        Tayangan media massa yang mendidik
e.         Tayangan media elektonika yang mendidik
f.          Dan sebagainya
D.  Sharing Pengalaman Pendidikan Karakter di Sekolah
Penulis adalah salah satu guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Sambit Ponorogo yang berpengalaman mengajar kurang lebih 25 tahun. Pengalaman dalam melakukan pendidikan karakter sebagai berikut :
1.    Mengnalisis setiap SK/KD dan indikator untuk menemukan nilai budi pekerti/karakter.
Misalnya pada setiap materi :
a.       Aqidah
Ø  Iman kepada kepada Allah : religious, taat, percaya diri
Ø  Iman kepada Malaikat Allah : waspada, mawas diri, kreatif, kritis
Ø  Iman kepada Kitab-kitab Allah : disiplin, tanggung jawab, rajin
Ø  Iman kepada Rasul Allah  : taat kepada pimpinan, keteladanan,
Ø  Iman kepada Hari Akhir : religious, teliti, optimis, hati-hati, suka meolong
Ø  Iman kepada Qadha dan Qadar  : tawakkal, optimis, kerja keras, kreatif, mandiri, inovatif
b.      Fiqih
Ø  Thaharah : cinta kebersihan, taat pada hukum, cinta lingkungan,
Ø  Shalat : taat hukum, disiplin, kerja keras, cinta kesehatan, kerja sama, saling menghormati dan sebagainya.
Ø  Zakat  : dermawan, kepakaan sosial, kebersamaan, taat hukum, syukur (berterima kasih),
Ø  Puasa  : taat hukum, kejujuran, cinta kesehatan,
Ø  Haji   : taat hukum, mandiri, kerja keras, optimis
c.       Dan sebagainya (pada materi lain juga demikian).
2.      Dalam pelaksanaan pembelajaran selalu berusaha meningkatkan IQ, ESQ.
a.       Untuk meningkatkan IQ ada kegiatan motivasi, appersepsi, eksplorasi, elaborasi, konfirmasi dan refleksi.
b.      Untuk meningkatkan ESQ ada kegiatan : baca puisi, cerita kontekstual, menyanyi/musik, tayangan kejadian alam, pemutaran film, melakukan refleksi diri dan sebagainya.
3.    Mengadakan penilaian diri atau penilaian afektif (sikap) yang mengacu pada nilai budi pekerti/ karakter yang pada setiap SK/KD.
Misalnya :
SK/KD   : Menerapkan hukum Islam (Zakat)
No
Nilai Karatker
 3 Amalku minggu ini yang berkaitan dengan zakat
Nilai

1


Dermawan
1. Mengisi kotak amal Jum’at
2. Mentraktir teman ke kantin
3. Memberi sedekah kepada pengemis


2

Taat Hukum
1. Taat pada rambu-rambu lalu-lintas
2. Disiplin mengikuti upacara bendera
3. Shalat tepat pada waktunya


3

Kepekaan Sosial
1. Menjenguk teman sakit
2. Silaturrahmi ke Panti Asuhan
3. Membantu teman yang sepedanya rusak


4

Sykur Nikmat
1.
2.
3.


SK/KD   : Meningkatkan keimanan (Iman kepada Hari Akhir)
No
Nilai karakter
3 Amal yang kulakukan
Nilai
1
Beriman (Religius)


1.
2.
3.

2
Shaleh
1.
2.
3.

3
Tanggung jawab
1.
2.
3.

4
Berfikir ke depan
1.
2.
3.

5
Mawas diri
1.
2.
3.


SK/KD   : Menerapkan hukum Islam (Ibadah haji dan Umrah)
No
Nilai karakter
Amalku minggu ini
Nilai

1

Pengabdian



1.
2.
3.


2

Sabar



1.
2.
3.


3

Gigih/kerja keras


1.
2.
3.


 Cara penilaiannya :
Setiap siswa ketika menuliskan amalnya :
a.         Menuliskan 3 amal nilainya Baik Sekali
b.         Menuliskan 2 amal nilainya Baik
c.         Menuliskan 1 amal Nilainya Cukup
d.        Tidak menuliskan 1 amalpun nilainya Kurang

4.      Pendidikan karakter melalui kegiatan pengembangan diri dan ekstra kurikuler
Pendidikan karakter yang penulis lakukan melalui kegiatan pengembangan diri antara lain : pembiasaan berjabat tangan mulai pelajaran dan akhir pelajaran, siraman rohani setiap jum’at, shalat jum’at di sekolah, shalat jamaah dhuhur, pendidikan muhadoroh (latihan leadersip dan pidato), apresiasi seni islami dan sebagainya.
E. Penutup
Sebagus apapun konsep pendidikan karakter kalau tidak diterapkan akan menjadi sebuah impian belaka. Menurut hemat penulis penerapan pendidikan karakter harus dilakukan bersama antara pendidikan di keluarga, sekolah dan masyarakat. Kenyataanya sekolah berusaha mendidik anak dengan optimal namun ketika peserta didik kembali ke keluarga atau ke masyarakat yang dijumpai lain. Banyak kasus-kasus broken home yang menyebabkan kepincangan pendidikan karakter. Juga banyak kasus tayangan dari media massa atau elektronik tentang perilaku tokoh-tokoh kita yang tidak bisa dijadikan teladan bagi anak dan remaja kita. Kadang rasa pesimis itu selalu datang, namun harapan juga masih ada, selagi semua komponen bangsa ini bertekad memperbaiki diri dengan karakter yang prima. Semoga.





3 komentar: